Oleh: triy | Februari 12, 2010

Bersandung Rindu di Kota Batu, Malang

Embusan AC dalam pesawat City Link yang membawaku dari Batam ke Surabaya menelusup langsung masuk ke pori-pori kulit. Hampir 2 jam lebih berada dalam pesawat, membuat tubuh ini terasa dingin. Suasana itu berubah drastis begitu menjejakkan kaki di Bandara Juanda Surabaya. Panas dan gerah kumpul jadi satu.

Ya itulah Surabaya. Seperti halnya kota megapolitan di Indonesia, Ibukota Provinsi Jawa Timur ini sudah sesak dengan pohon beton yang bertebar di mana-mana. Membuat cuaca Surabaya di musim kemarau begitu panas menyengat. Tak mau berlama-lama di Surabaya, kulanjutkan perjalananku menuju Kota Malang. Kota yang penuh dengan kenangan. Hanya butuh waktu sekitar 2 jam dengan menumpang bus dari Terminal Purabaya untuk sampai ke Kota Malang. Perjalanan ini bisa sedikit lama jika di daerah Porong, tempat lumpur Lapindo terjadi kemacetan.

Jejeran pepohonan dan barisan pegunungan langsung menyapaku ketika sampai di kawasan Lawang. Daerah yang jadi pintu masuk Kota Malang. Semilir angin plus suasana sejuk mulai terasa kembali menusuk pori-pori kulitku.

“Tamales Ngatad id Ngalam”. Sebuah tulisan ukuran besar di spanduk membentang di salah satu ruas Kota Malang. Artinya, Selamat Datang di Malang. Salah satu ciri khas Malang adalah bahasa walikannya. Bahasa yang dibaca dari belakang. Jadi jangan heran jika Anda menjejakkan kaki di Malang akan melihat penduduk lokal berbicara sehari-hari dengan bahasa walikan.

Karena hari sudah mulai gelap, kuputuskan  untuk menginap di Kota Malang. Mengumpulkan energi guna melanjutkan perjalanan ke salah satu tujuan utamaku jika datang ke Kota Apel ini. Puncak Batu. Menyeruput kopi panas khas Malang dengan ketan sebagai “teman” santapannya sungguh mengasyikkan.

Dinginnya Puncak Batu
Pagi baru menyapa. Jam sudah menunjuk di angka 7. Saatnya melanjutkan perjalanan ke Puncak Batu. Puncak ini berada di Kota Batu. Atau sekitar 15 km sebelah barat Kota Malang. Tak sampai satu jam perjalanan, tubuhku sudah mulai menggigil akibat terpaan cuaca dingin daerah pegunungan.

Tempat ini merupakan tempat favorit warga Malang khususnya, dan Jawa Timur umumnya untuk menghabiskan waktu liburan. Terletak di ketinggian 680-1.200 meter dari permukaan laut dengan suhu udara yang rata-rata 15-19 derajat Celsius. Menjadikan Puncak Batu selalu berhawa dingin.

Jalanan berkelok ciri khas pegunungan mewarnai perjalananku menuju puncak. Selain sebagai kawasan wisata, daerah Batu juga menyimpan cerita sejarah yang panjang.  Sejak abad ke-10, wilayah Batu dan sekitarnya telah dikenal sebagai tempat peristirahatan bagi kalangan keluarga kerajaan.

Pada waktu pemerintahan Raja Sindok, seorang petinggi Kerajaan bernama Mpu Supo diperintah Raja Sindok untuk membangun tempat peristirahatan keluarga kerajaan di pegunungan yang didekatnya terdapat mata air. Mpu Supo menemukan suatu kawasan yang sekarang lebih dikenal sebagai kawasan Wisata Songgoriti.

Atas persetujuan Raja, Mpu Supo yang konon kabarnya memiliki kesaktian, mulai membangun kawasan Songgoriti sebagai tempat peristirahatan keluarga kerajaan. Dibangunlah sebuah candi di kawasan ini yang diberi nama Candi Supo.

Di tempat peristirahatan tersebut terdapat sumber mata air yang mengalir dingin dan sejuk. Mata air dingin tersebut sering digunakan mencuci keris-keris yang bertuah sebagai benda pusaka dari kerajaan Sindok. Karena sering digunakan untuk menyuci benda-benda kerajaan yang memiliki kekuatan supranatural, akhirnya sumber mata air yang semula terasa dingin dan sejuk berubah menjadi sumber air panas. Sampai saat ini, sumber air panas ini tetap abadi di kawasan Wisata Songgoriti.

Asal Usul Batu

Perjalanan panjang menjadi cerita sendiri kawasan Puncak Batu. Kota Batu yang terletak di dataran tinggi di kaki Gunung Panderman berdasarkan kisah-kisah dan dokumen yang ada, hingga kini belum diketahui tentang kapan “B A T U” mulai disebut untuk menamai kawasan peristirahatan tersebut.

Dari beberapa cerita yang ada, Batu berasal dari nama seorang ulama pengikut Pangeran Diponegoro yang bernama Abu Ghonaim atau disebut sebagai Kyai Gubug Angin yang oleh masyarakat setempat akrab menyebutnya dengan panggilan Mbah Wastu. Dari kebiasaan kultur Jawa yang sering memperpendek dan mempersingkat mengenai sebutan nama seseorang yang dirasa terlalu panjang, akhirnya lambat laun sebutan Mbah Wastu dipanggil Mbah Tu menjadi Mbatu atau batu sebagai sebutan yang digunakan untuk Kota dingin ini.
Melihat sejarah ke belakang, Abu Ghonaim sendiri sebenarnya berasal dari JawaTengah. Ia adalah pengikut Pangeran Diponegoro yang setia, dengan sengaja meninggalkan daerah asalnya Jawa Tengah dan hijrah di kaki Gunung Panderman untuk menghindari pengejaran dan penangkapan dari serdadu Belanda.

‘Swiss Kecil’ di Pulau Jawa
“Putar putar Kota Malang. Berdua ke luar malam
Spendit in kita lewati. Lewati kayutangan
Hampir pagi kita ke Batu. Dingin menusuk tulang
Pelukan hangatkan badan. Matahari di Songgoriti
Ku harus mulai dari awal lagi. Mengulang memori dalam hati
Terlalu tinggi kita mengerti. Dari Malang sampai ke Bulan”

Beberapa bait lagu  D’Kross di atas menjadi pengobat rindu yang selalu mengingatkanku akan keindahan pemandangan Puncak Batu. Andai kaki ini sudah berada di puncak ini, seolah hanya tinggal beberapa langkah lagi ke bulan.

Secara fisik, Kota Batu tak berbeda jauh dengan daerah Berastagi di Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Kota Batu juga memiliki iklim dan suasana yang sama. Panorama alam yang indah, udara sejuk, daerah pertanian yang subur serta suasana pegunungan yang jauh dari polusi udara.

Tak hanya mengandalkan potensi wisata alam semata. Kota Batu juga dikenal dengan situs dan  bangunan-bangunan peninggalan Belanda. Potensi wisata sejarah ini mulai digarap oleh pemerintah setempat menjadi kunjungan wisata bagi masyarakat yang ingin menikmati Kota Batu. Di masa penjajahan, Belanda sangat kagum dengan daerah Batu. Bahkan, Belanda menyejajarkan wilayah Batu dengan Switzerland dan memberikan predikat sebagai De Klein Switzerland atau “Swiss Kecil” di Pulau Jawa.

Kesejukan “Swiss Kecil” Pulau Jawa ini semakin komplet dengan panorama keelokan secuil sejarah di kawasan Songgoriti berupa Candi Songgoroto dan patung Ganesha nan megah. Patung  peninggalan Kerajaan Singosari serta tempat peristirahatan yang dibangun sejak zaman Belanda.

Tak hanya itu, wisata lain yang tak kalah eksotisnya juga ada di sini. Sebut saja wisata gua Cangar dan Tlekung, ada juga Coban Rondo, Coban Rais serta Coban Talun. Kemudian ada pemandian air panas dan dingin yang ada di Selecta (pemandian air dingin) dan Cangar (pemandian air panas/belerang).

Mengunjungi Batu tak afdol jika tak mengungjungi tempat ini. Kusuma Agrowisata. Di sini kita merasakan segarnya berbagai buah-buahan pegunungan. Ada strowbery, jambu, jeruk dan tentunya apel. Bagi yang suka dengan tantangan, kita bisa mencoba wisata udara alias paralayang. Ada juga Batu Night Spectaculer, merupakan taman hiburan remaja dengan beberapa wahana mirip di Dunia Fantasi Ancol Jakarta. Dan yang terbaru adalah Museum Satwa.

Sayangnya, karena waktu yang terbatas. Langkah kakiku tak sampai menjejakkan kaki di semua area kawasan wisata Kota Batu. Hanya sampai di Puncak Batu. Sebuah puncak pegunungan yang selalu membuat anganku melayang jauh sambil membisikkan dan menyanyikan kata-kata rindu. Seperti halnya lagu yang dibawakan oleh D’Kross di atas. Dari Malang sampai ke Bulan.

Oleh: triy | Januari 17, 2010

Narwhal : Ikan Paus Bertanduk

Narwhal

Narwhal

Apa yang Anda liat pada gambar di atas..? Ahh, Anda salah. Itu bukan gambar sekelompok kuda unicorn yang sedang tercebur ke laut, bukan pula mahluk khayalan atau permainan tehnik photoshop tingkat tinggi. Mahluk-mahluk  itu nyata, benar-benar ada. Mereka adalah salah satu ciptaan yang paling unik di planet ini. Hewan laut yg mungkin jarang kita lihat ataupun malah tidak pernah kita dengar. Mamalia laut yg hidup di Samudera Arktik itu bernama Narwhal, ikan paus bertanduk.

Narwhal yang memiliki nama ilmiah Monodon Monoceros adalah salah satu paus yg paling tidak diketahui manusia. Nama “narwhal” berasal dari bahasa Norse Kuno yg berarti “paus mayat”. Nama itu diberikan karena kebiasaannya yg kadang-kadang berenang tak bergerak di permukaan laut dengan posisi perut menghadap ke atas & warna tubuhnya yg bertotol-totol kelabu seperti pelaut yg tenggelam.

Mereka diketahui hanya hidup di seluruh perairan Kutub Utara, tepatnya di Samudera Arktik. Narwhal adalah paus bergigi & termasuk karnivora yg memakan hewan-hewan laut seperti kerang, ikan, udang, atau cumi-cumi. Tanduk spiral narwhal yang misterius ternyata adalah sebuah gigi pada bagian rongga sebelah kiri. Gigi tersebut tumbuh memanjang menembus bibir atasnya. Seperti gading pada gajah dan walrus. Paus ini memiliki dua gigi, kadang keduanya tumbuh memanjang, tetapi lebih sering hanya satu gigi. Hanya Narwhal jantan yg memiliki ‘tanduk’ ini.
Tanduk atau gigi ini memiliki banyak fungsi.

Diantaranya berfungsi sebagai sensor raksasa yang membantunya mengetahui kualitas air dan untuk “mencium” narwhal lainnya, berkelahi atara sesama narwhal, mencari makanan didasar samudera dan sebagainya. Tanduk paus narwhal yang panjangnya bisa mencapai 2,4 hingga 3 meter itu telah sejak lama menjadi teka-teki para ahli alam dan pemburu. Penjelasan mengenai fungsinya pun seringkali menimbulkan perdebatan. Dr. Martin Nweeia, seorang peneliti Harvard School of Dental Medicine mengatakan, tanduk tersebut sepertinya memiliki kemampuan penginderaan hidrodinamik. Ia mengungkapkan hal ini dalam presentasi di Konferensi mengenai Biologi Mamalia Laut di San Diego beberapa waktu lalu.

Martin Nweeia dan anggota tim penelitiannya menemukan bahwa tanduk narwhal serupa dengan membran dengan permukaan yang amat sensitif. Ada sekitar 10 juta saraf yang terhubung ke permukaan tanduknya, guna mendeteksi perubahan suhu, tekanan, dan kadar garam air. “Tidak ada sesuatu yang sebanding dengannya di alam dan tak ada yang lebih unik dari tanduk narwhal dalam hal bentuk, kenampakan, dan fungsinya,” ujar Martin. Wow.., ternyata tanduk yang panjang dan menyeramkan itu berteknologi canggih.

Narwhal hingga saat ini dianggap sebagai jenis paus yang termasuk sangat langka. Panjang tubuhnya mencapai 4 hingga 5 meter, dan kebanyakan dijumpai di perairan lautan Artik sekitar Kanada, tapi kadang juga terlihat jauh ke timur hingga Rusia.

Setiap narwhal juga menggunakan suara untuk berkomunikasi satu sama lain seperti halnya lumba-lumba atau ikan paus lainnya. Bahkan, masing-masing kemungkinan memiliki suara unik yang juga menunjukkan identitasnya. Para ilmuwan telah lama mengetahui bahwa mamalia laut menggunakan sinyal suara untuk berkomunikasi satu sama lain di dalam air. Penelitian terakhir bahkan menunjukkan bahwa paus punya dialek. Namun, belum banyak penelitian yang mempelajari identitas suara seperti yang diguankan paus narwhal. Para penelitinya yakin paus narwhal menggunakan suara untuk mengenali sesamanya dan membedakan satu individu dengan individu lainnya.

Hal tersebut disimpulkan para ilmuwan setelah mempelajari suara tiga ekor narwhal di Teluk Admiralty di Pulau Baffin, Kanada. Mereka menggunakan perekam elektronik yang ditempel di badan mamalia raksasa tersebut. “Untuk pertama kalinya, kami benar-benar dapat mengikuti hewan tersebut kapan saja mereka bersuara dan ke mana saja mereka bergerak,” kata Ari Shapiro dari the Woods Hole Oceanographic Institution.

Ikan Bertanduk

Meskipun salah satu alat perekamnya hilang, dua yang tersisa telah menunjukkan bentuk suara yang berlainan, berupa suara siulan dan denyutan. Shapiro menunjukkan bahwa kedua jenis suara bukanlah sinyal yang dipakai untuk bertukar informasi mengenai sumber makanan, tapi sekedar menunjukkan identitas individu dalam komunikasi sosial.

Apa yang dilakukan paus narwhal mirip dengan lumba-lumba hidung botol yang juga mengeluarkan suara siulan untuk berkomunikasi. Meskipun data-data mengenai komunikasi di antara paus narwhal masih minim, para ilmuwan yakin ia memiliki pendengaran yang sangat peka seperti halnya paus lainnya.

Narwhal rutin melakukan migrasi hingga ribuan kilometer dan berkelompok. Maka dengan suara yang berbeda-beda, masing-masing dapat membedakan individu dalam kelompoknya atau kelompok lainnya. Hasil penelitian ini dimuat dalam Journal of Acoustical Society of America edisi September 2006.

Beberapa orang eropa pada abad pertengahan percaya kalo tanduk Narwhal sama seperti tanduk unicorn, dan memiliki kekuatan sihir, seperti dapat menawarkan semua racun, dan membawa kebahagiaan. Terlepas dari itu semua, tanduk ini sangat indah sehingga banyak orang menyukainya. Pada jaman dahulu bangsa viking dan pedagang daerah utara lainnya berburu narwhal dan menjual tanduknya dgn harga sangat tinggi. Hingga saat ini perburuan narwhal masih terus berlanjut. Bahkan satu tanduk nya saat ini bisa mencapai harga $ 5000.

Di beberapa negara, impor tanduk narwhal sudah dijadikan hal yg ilegal. Perburuan narwhal yang legal hanya boleh dilakukan oleh bangsa Inuit (masyarakan yg hidup di daerah arktik) dan itu juga dilakukan secara konservatif. Yah, semoga hewan cantik ini terus dapat dilindungi dan dihindarkan dari kepunahan, atau nerwhal akan berubah hanya menjadi legenda saja. Sayang sekali bukan…??(Sumber:Harian Global)

Oleh: triy | Januari 17, 2010

Yue Ya Quan : Pesona Danau Bulan Sabit

Jendral Li Guang yang sakti mandraguna mencabut pedangnya dan menghujamkan ke dalam pasir. Seketika, muncul air yang begitu jernih dan terus mengalir hingga kini. Mata air itu menjadi sebuah telaga atau danau kecil berbentuk bulan sabit. Orang barat biasa menyebutnya Crescent Moon Lake atau Danau Bulan Sabit.

Danau Bulan Sabit

Sedangkan orang China menyebutnya Yue Ya Quan. Hebatnya lagi, Danau itu tak pernah kering. Bahkan di musim terpanas sekalipun. Letaknya yang berada di tengah lautan pasir, membuat keberadaanya begitu mempesona. Yue Ya Quan menjadi tempat yang paling sering dikunjungi wisatawan di Provinsi Gansu.

Yue Ya Quan berada kurang lebih 7 kilometer sebelah selatan Kota Dunhuang yang masuk dalam wilayah provinsi Gansu. Dunhuang pada zaman kuno adalah kota penting di Jalan Sutra yang ramai, kebudayaan Timur dan Barat berbentur di sini. Kota ini sangat ramai dengan kedatangan kafilah dan saudagar.

Yue Ya Quan dulunya oleh penduduk setempat dinamakan Sumur Padang Pasir. Tempat ini begitu misterius dan memiliki keindahan yang tiada banding. Kabarnya 2000 tahun lalu, seorang raja dari Dinasti Han pernah menemukan seekor kuda sakti dan tangguh di mata air ini.

Panjang danau dari sisi utara ke selatan kurang lebih 100 meter. Sementara dari sisi timur ke barat, lebarnya mencapai 25 meter. Bagian timur danau kedalaman air mencapai 5 meter. Sedangkan di bagian barat jauh lebih dangkal.

Keistimewan mata air ini adalah letaknya yang dikelilingi gundukan gurun pasir dengan tinggi puluhan meter. Hingga ketika angin berhembus pasir bertebangan keberbagai penjuru. Anehnya, pasir itu tak pernah jatuh kedalam kolam. Yang lebih aneh lagi, sejak ribuan tahun lalu tak pernah sekalipun air danau ini kering. Padahal kondisi di gurun yang bernama Minsha itu sangat panas dan kering.

Di tepi selatan mata air yang juga dijuluki “a pearl north of the Great wall” ini, ada sebuah paviliun dengan pagoda 9 tingkat setinggi 12 meter. Diameter pagoda berkisar 7 meter. Bangunan ini berdiri anggun dan kontras dengan keberadaan mata air ditengah gurun itu.

Bangunan yang dulunya merupakan kediaman raja ini memiliki beberapa ruangan diantaranya adalah Empress Palace (niangniangdian), Dragon Royal Palace (longwanggong), Boddhisattwa Palace (Pusadian), God of Medicine Cave (yaowangdong), Scripture Hall (jingtang), Thunder Spirit Table (leishentai), dan masih banyak lagi.

Kajian Ilmiah

Airnya tak pernah surut

Secara ilmiah para ilmuwan beranggapan Yue Ya Quan adalah oasis yang berhubungan dengan Dang River (sungai dang) yang berada tak jauh dari mata air berbentuk sabit itu. Karena pergeseran kulit bumi, maka tertutuplah jalur yang menghubungkan mata air dan sungai itu. Yue Ya Quan akhirnya menjadi oasis yang independent.

Dibawah danau kecil itu terdapat lebih dari satu sumber air yang senantiasa mengeluarkan air dengan debet tetap. Ketika musim panas tiba, petani sekitar daerah itu mengalirkan air danau itu ke ladang-ladang mereka. Saat itu jumlah air di oasis itu menurun hingga setengah. Namun tak lama berselang, jumlah air akan kembali normal.

Di sekitar Yue Ya Quan ditumbuhi rumput dan pepohonan yang rimbun disis timur. Air pada permukaan danau tenang seperti cermin dan tembus pandang hingga ke dasar danau itu. Gurun pasir yang berwarna keemasan, langit yang biru serta awan putih, memantul jelas pada permukaan air danau bulan sabit. Hasilnya,.wow…!! Sebuah pemandangan yang indah dan menakjubkan.

Terdapat 2 jenis kodok dan 2 jenis ikan di tempat itu. Salah satu dari jenis ikan adalah dari jenis yang sangat langka yaitu ikan Tiebei Yu yang berarti ikan berpunggung besi. Sementara tumbuhan yang langka di mata air itu adalah Rumput Air Tujuh Bintang yang dalam bahasa China disebut Qixing Cao. Konon memakan ikan dan rumput langka ini bisa menghilangkan penyakit dan membuat orang panjang umur. Hingga Yue Ya Quan juga disebut Yao Quan atau Mata Air Obat.

Pada saat perayaan imlek, masyarakat sekitar biasanya berkumpul di Yue Ya Quan untuk merayakan hari makan Bakcang (Sejenis makanan tradisional dari pulut dan dibungkus dengan daun bambu. Biasanya Bakcang berisi daging dan telur).

Asal Mula

Menyangkut asal usul gurun dan mata air bulan sabit, banyak berbagai versi cerita yang berbeda. Salah satu cerita tentang gurun itu menyebutkan, ribuan tahun silam seorang jendral dengan ribuan prajuritnya berperang mengusir musuh di gurun ini.

Sementara mereka sedang bertarung dengan seru, tiba-tiba angin yang sangat kencang berhembus, meruntuhkan pasir yang ada di sekelilingnya dan mengubur mereka di dalam pasir. Meski demikian, pertarungan tidak berakhir, prajurit tersebut masih bertempur di bawah pasir yang kini menjadi gunung pasir Minshan. Sampai saat ini jika angin  berhembus, akan terdengar suara-suara aneh seperti senandung dan teriakan. Katanya suara yang kini terdengar itu adalah raungan para prajurit tersebut. Hiii…seram juga ya.

Sementara tentang mata air bulan sabit, salah satu versi cerita menyebutkan ada seorang jendral bernama Li Guang yang melintasi gurun pasir ini bersama pasukannya dalam perjalanan mereka dari Dawan, gerbang masuk ke China bagian Barat saat itu. Teriknya matahari dan gersangnya gurun pasir, membuat pasukan Li lemas dan dehidrasi. Melihat pasukannya tak berdaya, Jendral Li yang sakti mandraguna mencabut pedangnya dan menghujamkan ke dalam pasir. Seketika, muncul air yang begitu jernih dan terus mengalir hingga kini.

Terlepas dari segala kisah yang mencoba menjelaskan keberadaan Crescent Moon Spring dan Gurun Minsha,  Setidaknya luangkan waktu Anda selama 2 jam untuk berkeliling kawasan ini dan nikmati kegiatan ala gurun mulai dari mendaki gurun Minsha dengan unta. Biayanya sekitar 60 yen/RMB hingga berseluncur di gurun dengan membayar 15 yen. Jangan lewatkan menikmati sunset ataupun sunrise spektakuler dari puncak gunung pasir sepanjang 40km dan tinggi 1.715m ini.

Ada satu lagi hal mengagumkan dari gunung pasir dengan punggung berbentuk zig zag tersebut. Sekalipun puluhan pelancong meluncur di permukaannya, ratusan jejak onta dan pengunjung menapaki gunung ini, semuanya akan kembali ke bentuk semula dalam semalam benar-benar seperti tak terjamah.(Sumber:Harian Global)

Gua Kristal

“Es Como un sueno de nino” ujar si penelusur gua menjawab pertanyaan rekannya yang menunggu di luar Cueva De Los Cristales. Artinya kurang lebih “Gua itu adalah impian seorang anak kecil”. Itulah gambaran yang bisa diberikan si penelusur gua untuk menjawab pertanyaan rekannya tentang kondisi  gua kristal di perut tambang Gunung Naica. Ia kesulitan mendeskripsikan keindahan fenomena perut bumi yang baru saja di saksikannya.

Apa yang diungkapkan si penelusur gua tak jauh berbeda dengan penelusur gua lain ataupun para peneliti geologi yang beruntung pernah merasakan sensasi “galeri kristal” yang luar biasa indah di Cueva De Los Cristales yang kalau di Indonesiakan berarti gua kristal.

Gua kristal di suatu tempat terpencil dari meksiko bagian utara. Kira-kira  satu jam ke selatan Chihuahua. Di kota-kota kecil daerah ini, banyak org menjual kristal secara ilegal. Di tempat yg terkenal dengan kristalnya tersebut, hampir setiap orang bekerja di pertambangan timah dan perak lokal dengan upah rendah. Kondisi ini tentu saja memotivasi mereka menjual kristal temuan mereka ketika bekerja karena di kawasan gurun ini memang banyak menyimpan kandungan kristal selain tentu saja timah dan perak.

Namun sedemikian banyak orang menjual kristal baik ukuran sebesar biji kelereng hingga sebesar kepalan tangan, tidak ada yang dapat menyamai kristal di Cueva De Los Cristales (Gua Kristal). Sebuah gua besar yang penuh dengan kristal-kristal berukuran raksasa. Gua ini ditemukan tahun 2000 oleh dua orang bersaudara yang menggali hampir 300 meter di dasar Naica, yang juga merupakan salah satu tambang paling produktif di Meksiko. Dua orang  penambang yang tengah menyiapkan saluran air untuk perusahaan penambang timah bernama Penoles itu tidak menyangka hari itu mereka akan menemukan salah satu  fenomena teraneh di dunia.

Di dalam gua itu terdapat tak  kurang dari 170 kristal raksasa seukuran batu obelisk menjulang di dalam gua bawah tanah yang kondisinya mirip dengan penggambaran  Krypton, planet asal tokoh komik superhero Superman. Ukurannya beragam tapi kebanyakan berbentuk seperti bongkahan-bongkahan balok. Ukuran terbesar dari balok-balok kristal itu adalah sepanjang 11 meter dengan berat hingga 55  ton.

Cueva  de Los Cristales berbentuk rongga seperti tapal kuda yang dindingnya  setinggi 10 meter dan seluas stadion basket. Lantainya juga dipenuhi  balok-balok kristal bersegi banyak. Balok kristal raksasa terbentuk mulai dari dasar maupun dinding gua.

Suhu dalam gua panasnya mencapai  43 °C (109 °F) dengan kelembapan 90-100%. Suhu yang panas ini dikarenakan posisi gua yang dekat dengan saluran magma. Manusia hanya dapat bertahan selama 10 menit dalam gua. Beberapa penelusur gua yang pernah menyambangi gua kristal ini harus bersusah payah menahan rasa gerah yang luar biasa saat berada di dalam gua itu. Belum lagi resiko terjatuh saat berjalan di bongkahan balok-balok kristal raksasa itu.

Proses Pembentukan

Penuh dengan es kristal

Gua kristal tersebut terbentuk dari air tanah yang mengandung kalsium sulfat. Lantaran aliran magma sekitar 1,6 km di bawahnya, air tanah itu lantas mengkristal. Nah, kristal tersebut tercipta dari mineral dalam magma yang mulai dingin. Karena mineral-mineral itu terciprat ke permukaan air, terbentuklah batu-batu kristal itu.

Mengenai ukurannya yang meraksasa, berbagai pendapat dilontarkan para pakar geologi yang meneliti ke gua kristal itu. Salah seorang professor geologi bernama Stein Erick Lauritzaen mengatakan, hal itu terjadi karena selama lebih dari setengah juta tahun, air yang kaya mineral merembes masuk melalui sistim rekahan ke gua besar dibawah gunung Naica. Lalu air itu menumpukkan kandungan molekul kalsium sulfat secara teratur. Dipanaskan oleh magma dan diisolasi dinding tebal hingga lubang yang berair tetap hampir tak berubah, memungkinkan kristal berkembang menjadi raksasa. Erick juga memperkirakan umur kristal itu ada yang sudah mencapai 600.000 tahun.

Sementara ilmuwan lain bernama Juan Manuel Garcia Ruiz mengatakan Cueva de Los Cristales adalah keajaiban alam. “Ini sebuah keajaiban alam yang luar biasa,” ujar Juan yang berasal dari Universitas Granada, Spanyol. Juan mempelajari sampel cairan yang terperangkap di dalam kristal-kristal itu.Menurutnya, aktivitas vulkanik yang terjadi sekitar 26 juta tahun lalu menyebabkan  kawasan tersebut kaya mineral anhidrit atau senyawa kalsium sulfat  (CaSO4) bersuhu tinggi. Mineral anhidrit stabil pada suhu di atas 58  derajat Celcius.

Saat magma di bawah gunung mulai mendingin dan  temperatur turun, anhidrit mulunak dan berubah menjadi gips atau  CaSO4.2H2O dalam volume besar. Selama jutaan tahun, molekul-molekul  yang mengendap akan membentuk kristal-kristal gips selenit.Mengingat  ukurannya yang sangat besar, Garcia-Ruiz menduga perubahan temperatur yang mengubah senyawa anhidrit menjadi gips berlangsung dalam waktu  ratusan ribu tahun. Sedangkan di permukaan gua, kristal-kristal yang terbentuk lebih kecil karena transisi suhu yang lebih cepat.

“Tak ada tempat lain yang mengandung  mineral dengan bentuk seindah ini,” ungkap Juan Manuel Garcia-Ruiz yang melaporkan  hasil penelitiannya dalam jurnal Geology edisi terbaru.

Kabar buruknya adalah keberadaan gua kristal yang luar biasa ini terancam rusak oleh tindakan penjarahan kristal oleh para penjual kristal ilegal. Para kolektor mungkin akan membayar puluhan ribu dolar untuk sebuah kristal dari ruangan itu.

Pemilik tambang memasang pintu baja tebal untuk menghalangi penjarah. Sejauh ini hasilnya cukup baik tapi bisa saja hasilnya suatu saat tidak efektif. Para penambang liar mungkin saja jalur lain menuju tempat ini ataupun memiliki akses untuk mengebor atau meledakannya.

Nah, kabar baiknya pemilik perusahaan Penoles kabarnya memiliki tujuan untuk melestarikan gua kristal meskipun tujuan utama tentu saja menambang timah dan perak. Namun tetap saja kegiatan penambangan seperti peledakkan dan truk2 besar pengangkut yang lalu lalang tentu akan mengganggu “galeri  kristal” itu.

Para ilmuwan berharap agar perusahaan mengambil tindakkan protektif yang lebih riil sembari menunggu proses lobi ke PBB  untuk mendapatkan status Warisan Dunia UNESCO. Wah, rugi rasanya kalau gua kristal ini tidak segera dilindungi keberadaanya.(Sumber:HarianGlobal)

Oleh: triy | Januari 17, 2010

Burung-Burung Phoenix dari Maehongson

Gadis Karen

Tatapan polos dan bersahaja yang ditebarkan wanita-wanita Suku Karen Padaung (Suku Kayan) akan Anda balas dengan tatapan aneh, takjub dan penasaran melihat betapa panjangnya leher mereka serta membayangkan bagaimana ia melewati hari-harinya dengan dibebani sejumlah gelang logam pada leher, kaki maupun pergelangan tangan mereka. Itulah yang akan Anda rasakan kalau berkunjung ke desa Suku Karen di Thailand. Alasan mereka memakai gelang-gelang itu pun terbilang sangat unik. Konon katanya, mereka ingin menjadi seperti Burung phoenix.

Di Provinsi Maehongson sebelah utara Kota Bangkok-Thailand, hiduplah beberapa suku gunung yang berasal dari Burma atau Myanmar. Diantaranya Suku Akha, Suku Karen, Suku Lisu dan sebagainya. Mereka adalah komunitas suku-suku yang memiliki latarbelakang sejarah dan kebudayaan unik.

Namun di antara suku-suku itu, Suku Karen yang dianggap paling unik. Di leher wanita-wanita Suku Karen dipasang gelang logam berwarna keemasan. Gelang-gelang ini fungsinya untuk membentuk leher dan kaki mereka agar lebih panjang, karena menurut adat mereka, semakin panjang leher wanitanya maka mereka akan dianggap semakin tampak cantik.

Yang lebih unik lagi alasan mereka mengenakan gelang-gelang itu dilatarbelakangi kebudayaan turun temurun serta kepercayaan bahwa wanita Suku Karen berasal dari seekor Burung Phoenix. Bagi orang Suku Karen, phoenix adalah nenek moyang wanita yang berpasangan dengan naga yang dianggap sebagai nenek moyangnya para pria suku itu.

Berat gelang besi di leher wanita dewasa mencapai 5 kg dan gelang kaki di bawah lutut beratnya masing-masing 1 kg. Berarti setiap hari mereka membawa beban 7 kg. Wah, mau cantik ternyata berat juga ya…!

Gelang tersebut mulai dipakaikan sejak mereka berusia 5  tahun. Awalnya hanya 2-3 tumpuk gelang, dan setiap 2-3 tahun sekali tumpukan gelang ditambah sampai mereka mencapai usia 19 tahun dimana gelang-gelang tadi digantikan dengan gelang besi yang terbuat dari 1 besi lonjor panjang yang dibentuk melingkar / dililitkan ke leher mereka. Gelang itu bisa dilepas tapi proses pelepasannya sendiri tidak mudah dan hanya dilakukan pada saat menikah, melahirkan dan meninggal dunia.

Berat gelang-gelang itu mendorong tulang selangka, tulang bahu dan tulang rusuk turun. Sehingga secara otomatis leher wanita-wanita karen memanjang. Semakin panjang, mereka merasa semakin mirip dengan Burung Phoenix nenek moyang mereka.

Fungsi lain dari gelang-gelang itu adalah sebagai pelindung. Dulu waktu mereka masih tinggal dipegunungan, mereka sering terlibat kontak dengan binatang buas seperti harimau, beruang dan sebagainya. Umumnya, binatang buas  menyerang manusia pada bagian leher dan tenggorokan. Untuk itulah gelang-gelang itu berfungsi sebagai pelindung bagi kaum hawa Suku Karen.

Keunikan Suku Karen dimanfaatkan dengan “sangat baik” oleh dunia pariwisata Thailand. Mereka ditempatkan di beberapa desa diantaranya, Huay Pu Keng, Huay Suah Thoh, Kayan Pu Keng dan sebagainya. Desa-desa ini di promosikan sebagai salah satu keunikan kebudayaan Thailand. Para wisatawan yang berkunjung untuk menyaksikan keunikan Suku Karen dikenakan biaya sebesar $10 US.

Untuk membantu pendapatan keluarga, wanita Suku Karen juga menjual berbagai jenis barang kerajinan khas suku itu. Misalnya kain tenun Suku Karen yang cukup popular serta foto-foto yang menunjukkan kegiatan mereka sehari-hari termasuk proses pelepasan gelang leher. Sementara kaum pria sehari-harinya bekerja di ladang dari pagi hingga petang.

Namun keunikan wanita Suku Karen bukan tak beresiko. Kaum wanita di suku ini kebanyakan hidup sampai umur 45-50 tahun saja. Kabarnya karena berat gelang yang mencapai 7 kg, dipercaya telah merusak tulang leher seiring bertambahnya usia mereka. Dunia pariwisata belakangan sering dipersalahkan karena mendorong penggunaan cincin leher. Alasan industri wisata melakukan itu tentu saja karena Suku Karen merupakan atraksi populer bagi wisatawan. Itu artinya memberikan pemasukan yang tidak sedikit bagi industri pariwisata Thailand.

Suku-Suku Terbuang

Keluar dari rumah

Suku Karen dan suku lainnya di Maehongson adalah suku terasing dari pedalaman Myanmar. Mereka adalah suku pegunungan yang tinggal di hutan-hutan sekitar perbatasan Thailand-Myanmar. Desa-desa aslinya ada di pelosok Myanmar, serta propinsi2 Chiang Rai,Mae Hong Son dan Chiang Mai (kadang berpindah2).

Pada tahun 1949 berkecamuk perang saudara yang membuat mereka terpaksa mengungsi. Karen National Union dan kelompok gerilya suku-suku minoritas lain bertempur melawan pemerintahan Mynmar. Sejak tahun 80an hingga saat ini militer Mynmar berhasil mengusir warga dari 3 ribu desa milik Suku Karen. Suku-suku itu mendaki gunung melewati perbatasan dan tinggal di Provinsi Maehongson.

Suku terbuang ini hidup seperti pengungsi tanpa identitas di Thailand. Berdasarkan laporan UNESCO pada tahun 2008, hampir dua juta orang suku pegunungan yang tinggal di Thailand tak punya kartu identitas.

Dikatakan, hampir 70 persen dari mereka tak bisa mendapat pendidikan dasar seperti anak-anak Thailand lainnya, dan 98 persen tak bisa mendapat pendidikan yang lebih tinggi.

Community Leaning Center (CLC) atau pusat Kegiatan Masyarakat di Mae Hong Son mencoba mengatasi masalah ini dengan membantu sekitar 30 anak suku pegunungan mendapatkan akses ke pendidikan yang lebih tinggi.(Sumber:Harian Global)

Oleh: triy | Januari 17, 2010

Oarfish : Sang Naga Samudera

Oarfish

Oarfish

Di masa lampau ketika teknologi belum semaju sekarang, orang-orang berkelana tanpa mobil, sepeda motor ataupun pesawat terbang. Para pengelana menjelajahi dunia ini dengan kapal laut tradisional. Saat itu bermunculan legenda monster-monster laut yang luar biasa. Apakah monster-monster ini benar-benar ada ? ataukah hanya khayalan para pelaut yang sedang mabuk ? Walaupun sains belum bisa menentukan secara pasti identitas monster-monster tersebut, tapi paling tidak ada beberapa tersangka utama yang bisa dipertimbangkan. Ini salah satunya, Regalecus Glesne atau Oarfish.

Melihat foto di atas, tentu Anda tidak akan heran melihat makhluk ini sering disangka sebagai monster atau naga laut. Lihat saja ukuran tubuhnya yang begitu mengerikan.

Beberapa waktu lalu di Pantai Remis Malaysia juga digegerkan dengan temuan serupa seperti gambar diatas. Nelayan mengklaim ikan itu adalah ikan naga atau sejenis jadi-jadian. Para nelayan mengatakan bahwa mereka tidak pernah menemukan ikan berbentuk seperti ini sebelumnya. Warnanya putih, bersungut, dan tubuhnya panjang.

Tapi pendapat para nelayan melenceng. Ikan itu bukan makhluk jadi-jadian. Ikan aneh ini ternyata adalah jenis oarfish (Regalecus russellii). Ikan jenis ini memang jarang ditemukan atau sudah sangat langka. Selain itu ikan ini termasuk ikan yang bertubuh ramping dan berukuran panjang.

Oarfish Terdampar di Tepi Pantai

Ikan ini termasuk ke dalam kategori langka. Meskipun dapat ditemukan di semua lautan beriklim tropis namun jarang terlihat. Saking langkanya sehingga ikan ini tidak pernah tertangkap kamera dalam keadaan hidup hingga tahun 2001.

Oarfish termasuk ke dalam family Regalecidae yang memiliki empat spesies. Salah satu spesies, Regalecus Glesne, yang sedang kita bicarakan ini, pernah masuk ke dalam Guinnes Book of World Record karena pernah ditemukan seekor yang hidup dengan panjang tubuh hingga 11 meter (36 kaki).

Makanan si “ikan naga” adalah plankton dan makhluk-makhluk laut kecil lainnya. Ia mampu hidup hingga kedalaman 1.000 meter. Anehnya, ikan ini tidak memiliki sisik. Tubuhnya hanya diselimuti oleh semacam membran yang disebut guanine.

Ikan ini memiliki sirip tunggal berwarna merah dan termasuk ikan yang penyendiri. Namun ketika ikan ini sedang sakit atau sekarat, sepertinya sang penyendiri ini tidak ingin mati dalam kesepian. Jadi ia naik ke atas permukaan laut dan bertahan disitu hingga mati. Mungkin untuk menarik perhatian para pelaut, atau hanya ingin memandang matahari untuk terakhir kalinya.

Para pelaut masa lampau mungkin telah melihat ikan ini di permukaan dan mempersepsikannya sebagai monster laut. Misalnya, pada tahun 1860, ketika seekor Oarfish sepanjang 5 meter terdampar di pantai Bermuda, para penduduk segera mengkaitkannya dengan monster laut yang legendaris.

Beberapa ilmuwan percaya bahwa kemungkinan besar terdapat Oarfish yang ukurannya melebihi 11 meter. Namun sampai sekarang belum ada yang membuktikanya.

Walaupun sains sudah bisa membuka tabir ikan langka ini, tapi saya rasa, setiap orang yang baru pertama kali melihat ikan ini akan takjub, sama seperti Anda yang melihatnya untuk pertama kali lewat rubrik ini. Benar bukan..??(Sumber:Harian Global)

Nanking Cargo merupakan sebutan kargo kapal VOC Geldennalsen yang berisi barang-barang berharga hasil transaksi perdagangan VOC di Nanking, China. Dalam sebuah pelayaran pada bulan Januari 1751, entah bagaimana kapal itu karam di perairan Riau. Beberapa abad berselang, kapal yang berisi harta VOC itu akhirnya ditemukan. Tapi penemuan itu menimbulkan kontroversi antara si penemu dan Indonesia yang merasa kecolongan.

Pada tahun 1986, dunia digemparkan dengan peristiwa penemuan 100 batang emas dan 20.000 keramik Dinasti Ming dan Ching dari kapal VOC Geldennalsen yang karam di perairan Kepulauan Riau pada Januari 1751. Penemu harta karun itu adalah Michael Hatcher, warga Australia, yang menyebut dirinya sebagai arkeolog maritim yang doyan bisnis. Percetakan Inggris, Hamish Hamilton Ltd, memublikasikan kisah petualangan dan temuan Hatcher itu dalam The Nanking Cargo (1987).

Yang paling terkejut dengan temuan Hatcher itu adalah Pemerintah Indonesia. Bagaimana tidak, barang-barang yang dilelang Hatcher di balai lelang Belanda, Christie, senilai 15 juta dollar AS itu ditemukan di perairan Kepulauan Riau.
”Saat itu, Pemerintah Indonesia merasa kecolongan lantaran Hatcher mengambil harta karun secara ilegal atau tidak seizin pemerintah,” kata Kepala Subpengendalian dan Pemanfaatan Direktorat Peninggalan Bawah Air Departemen Kebudayaan dan Pariwisata R Widiati di Rembang, Jawa Tengah ketika bertutur tentang peristiwa lampau tsb..

Kapal VOC

Bukan itu saja, pada 1999 di Batu Hitam, Bangka Belitung, sebuah perusahaan asing mengambil ratusan batangan emas dan 60.000 porselen China Dinasti Tang yang dilelang senilai 40 juta dollar AS. Setahun kemudian, perusahaan asing yang diduga di bawah kendali Hatcher mengangkut dan melelang 250.000 keramik China dari Selat Gelasa, Bangka Belitung, ke Nagel, balai lelang Jerman. ”Kami tidak mengetahui nilai lelang itu, tetapi kami sempat meminta dan mendapatkan 1.500 keramik untuk disimpan di Indonesia sebagai salah satu bentuk pelestarian peninggalan bawah air,” kata Widiati.

Kekayaan Maritim Indonesia
Indonesia merupakan negara maritim yang mempunyai kekayaan bawah air. Salah satunya adalah benda-benda berupa keramik, emas batangan, uang logam, guci, gerabah, piring, gelas, mangkuk, dan patung yang ditemukan dari sisa kapal karam.

National Geographic (2001) menyebutkan tentang 7 kapal kuno tenggelam di perairan Indonesia bagian barat, terutama Selat Malaka, pada abad XVII-XX. Kapal-kapal itu adalah Diana (Inggris), Tek Sing dan Turiang (China), Nassau dan Geldennalsen (Belanda), Don Duarte de Guerra (Portugis), serta Ashigara (Jepang).

Hal itu belum termasuk kapal-kapal dagang abad III-XV yang didominasi saudagar China yang singgah atau berdagang di sejumlah pelabuhan pada zaman kerajaan di Nusantara. Misalnya, pendeta China, Yijing, mencatat kunjungannya ke Pelabuhan Sriwijaya pada abad VII untuk belajar bahasa Sanskerta.

Direktorat Peninggalan Bawah Air Departemen Kebudayaan dan Pariwisata mencatat, di Indonesia ada enam daerah penemuan benda peninggalan bawah air, yaitu Kepulauan Riau, Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Bangka Belitung, Cirebon (pantai utara Jawa Barat), Kalimantan Barat, dan Rembang (pantai utara Jawa Tengah).

Misalnya, pada tahun 1989, di Pulau Buaya, Kepulauan Riau, PT Muara Wisesa Samudera atas izin Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal yang Tenggelam (Panitia Nasional BMKT) mengangkat 30.000 keramik utuh dan barang-barang dari logam, kayu, dan kaca. Barang-barang yang berasal dari Dinasti Song (abad X-XIII) itu berbentuk mangkuk, piring, buli-buli, tempayan, cepuk, dadu botol, vas, dan kendi.

Tahun 2005, PT Adikencana Salvage atas seizin Panitia Nasional BMKT mengangkat 25.000 keramik China dan 15.000 porselen zaman Dinasti Ching di Karang Heluputan dan Teluk Sumpat, Kepulauan Riau. Benda-benda serupa juga ditemukan di perairan Kepulauan Seribu, Bangka Belitung, Cirebon, dan Kalimantan Barat. Khusus di Kepulauan Seribu, PT Sulung Segarajaya dan Seabed Explorations, perusahaan Jerman, menemukan 11.000 benda yang terbuat dari aneka logam, seperti emas, perak, perunggu, dan timah.

Menurut Widiati, temuan- temuan itu berasal dari abad X. Dari identifikasi sebagian badan kapal, kapal itu buatan Indonesia yang berlayar dari ibu kota Sriwijaya, Palembang, menuju Jawa Tengah atau Jawa Timur. ”Para pemburu harta karun itu dapat menemukan lokasi kapal karam berdasarkan catatan perjalanan kapal-kapal tersebut yang tersimpan di berbagai museum atau pembuktian atas laporan dan cerita dari mulut ke mulut warga pesisir di lokasi terdekat,” katanya.
Temuan Rembang

Pada pertengahan 2008 di Rembang, tepatnya di Desa Punjulharjo, Kecamatan Rembang, sejumlah warga pesisir menemukan perahu kuno relatif utuh di tambak yang berjarak sekitar 1 kilometer dari pantai. Perahu itu berlebar 4 meter dan panjang 15,60 meter Profesor Pierre-Yves Manguin, arkeolog maritim asal Perancis, yang diundang Balai Arkeologi Yogyakarta untuk meneliti perahu, menyatakan, perahu itu berasal dari zaman peralihan Kerajaan Mataram Kuno ke Sriwijaya, 670-780 Masehi.
Hal itu dapat diketahui dari teknologi pembuatan perahu, yaitu menggunakan tambuktu atau balok tempat pasak yang diperkuat dengan ikatan tali ijuk. Di perahu itu ditemukan pula benda-benda lain, seperti tempurung kelapa, potongan tongkat, dan kepala arca perempuan China berdandan Jawa. Diduga perahu itu merupakan perahu dagang antarpulau.

Saat ini, perahu itu dalam penanganan Balai Konservasi Peninggalan Borobudur. Balai tersebut telah mengambil sejumlah contoh berupa kayu perahu, tanah, dan air di sekitar perahu untuk menentukan metode konservasi yang tepat.

Tak Ingin Terulang

Kapal

Direktorat Peninggalan Bawah Air dan Panitia Nasional BMKT tidak ingin lagi kehilangan harta karun bawah air. Untuk itu, mereka berupaya menyosialisasikan perlindungan temuan bawah air kepada pemerintah daerah dan masyarakat pesisir.

Widiati mengatakan, benda-benda peninggalan bawah air tidak sekadar mempunyai nilai ekonomis, melainkan juga nilai edukatif dan pelestarian. Artinya, kalau benda-benda itu dilarikan ke negara-negara lain, Indonesia tidak lagi memiliki peninggalan bersejarah yang dapat dinikmati dan dipelajari generasi mendatang.

Meskipun benda itu diam, mereka dapat memberikan informasi tentang sejarah perdagangan antarnegara melalui laut, teknologi pembuatan benda, budaya, dan kemajuan suatu negara atau kerajaan. Benda-benda tersebut sekaligus menjadi bukti nyata pelayaran yang pernah dilakukan beberapa bangsa. ”Benda-benda peninggalan bawah air itu termasuk benda cagar budaya yang dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya,” kata Widiati.

Adapun bagi Manguin yang menekuni temuan perahu atau kapal, alat transportasi laut itu merupakan gambaran sebuah bangsa melepas belenggu isolasi samudra, membuka komunikasi, dan berinteraksi dengan bangsa lain. Mereka bertukar pengetahuan, barang, budaya, dan pangan. Melalui perahu dan kapal, sebuah bangsa membangun politik dan ekonomi maritim. Mereka mengembangkan kekuasaan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perdagangan dan aneka hasil laut.

”Dari temuan-temuan yang mengisahkan sejarah dan budaya bangsa-bangsa pelaut, Pemerintah Indonesia seharusnya belajar arti penting laut bagi perkembangan sebuah bangsa, bukan malah menganaktirikan laut,” kata Manguin. Nah,..yang terakhir ini baru benar. Sebab kalau sampai Michael Hatcher bisa mengambil sesuatu dari perairan kita tanpa kita ketahui, berarti fungsi pengawasan terhadap perairan kita belum terjaga dengan baik. Artinya kita belum belajar arti penting laut bagi perkembangan sebuah bangsa. Bener nggak…?. (Sumber:Harian Global)

Oleh: triy | Januari 17, 2010

Jendral Guan Yu : Kesatria yang Setia

Jenderal Liu Bei

Kenalkah Anda dengan nama Guan Yu? Kalau  anda pecinta sejarah Cina atau pecinta Dynasty Warrior pasti anda tahu karakter yang satu ini. Lelaki yang satu ini adalah salah satu jendral terkuat di zaman Tiga Negara. Kesetiaanya terhadap kawan dan sahabatnya dan keberanian terhadap saudaranya membuat Guan Yu hingga sekarang dianggap sebagai dewa kesetiaan dimata orang China.

Kalau kita perhatikan dalam adegan film-film Hongkong yang mengambil setting di kantor polisi, tentu Anda akan melihat altar sembayang bagi Guan Yu. Mengapa demikian..? Pasalnya semua polisi di Hongkong sangat menghormati figur tokoh klasik sejarah China ini atas kesetiakawananya. Sementara di Kota Medan, sebuah kelenteng besar di Jalan Irian Barat di beri nama Kuan Te Kong yang merupakan julukan lain dari Guan Yu. Tentu Anda penasaran bagaimana sih kehidupan seorang jendral perang yang gagah perkasa ini sehingga ia bisa begitu dihormati dan dianggap layaknya sosok dewa..?

Guan Yu (160 – 219) adalah seorang jenderal terkenal dari Zaman Tiga Negara. Guan Yu dikenal juga sebagai Kwan Kong, Guan Gong, atau Kwan Ie, dilahirkan di kabupaten Jie, wilayah Hedong (sekarang kota Yuncheng, provinsi Shanxi), ia bernama lengkap Guan Yunchang atau Kwan Yintiang. Guan Yu merupakan jenderal utama Negara Shu Han, ia bersumpah setia mengangkat saudara dengan Liu Bei (kakak tertua) dan Zhang Fei (adik terkecil).

Pada masa Pemberontakan Serban Kuning, tepatnya tahun 188, tiga orang rakyat jelata bertemu di kabupaten Zhuo. Mereka adalah Liu Bei, Guan Yu dan Zhang Fei, yang memiliki hasrat yang sama untuk berjuang membela negara dan mengembalikan ketentraman bangsa Tiongkok yang sedang bergejolak. Tak lama, mereka bertiga bersumpah sehidup semati untuk menjadi saudara di kebun persik yang terletak di halaman belakang rumah milik Zhang Fei. Liu Bei sebagai kakak tertua, diikuti dengan Guan Yu dan Zhang Fei.

Guan Yu bertempur bersama Liu Bei dan Zhang Fei dalam menumpas Pemberontakan Serban Kuning. Tak lama, semenjak negeri Tiongkok dikuasai oleh Dong Zhuo, Liu Bei dan kedua saudaranya bergabung dalam angkatan perang Gongsun Zan. Gongsun sendiri saat itu ikut dalam suatu koalisi penguasa daerah yang menentang Dong Zhuo.
Dong menempatkan Hua Xiong untuk menjaga celah Sishui. Hua Xiong seakan tidak terkalahkan setelah membunuh 4 perwira pasukan koalisi, yaitu Bao Zhong, Zu Mao, Yu Shen dan Pan Feng. Guan Yu yang hanya seorang pepanah berkuda menawarkan diri untuk mengalahkan Hua Xiong. Saat tak ada pemimpin koalisi yang percaya, Guan Yu berjanji untuk memberikan kepalanya apabila gagal. Guan Yu kembali dengan kepala Hua Xiong.

Guan Yu bernama lengkap Yunchang (bernama asli Changsheng), berasal dari Hedong dan pernah menjadi buron di distrik Zhuo. Saat Liu Bei mengumpulkan pasukan di desanya, Guan Yu dan Zhang Fei membantunya untuk melawan para pemberontak. Liu Bei kemudian diangkat menjadi Gubernur Pingyuan, sedangkan Guan Yu dan Zhang Fei sebagai walikota. Mereka bertiga tinggal bersama dalam satu atap bagaikan saudara.

Saat Liu Bei membunuh Che Zhou, gubernur Xuzhou, dia memerintahkan Guan Yu untuk mengatur pemerintahan kota Xiapi, sedangkan ia mengatur di Xiaopei.Pada tahun ke-5 JianAn (200 M), Cao Cao menguasai wilayah Liu Bei dan Liu Bei mencari suaka pada Yuan Shao. Cao Cao berhasil menangkap Guan Yu dan mengangkatnya menjadi perwira, dengan pangkat Pian Jiangjun (Letnan Jendral).

Yuan Shao mengirim jendralnya Yan Liang untuk menyerang Liu Yan di Baima, dan Cao Cao membalas dengan mengirimkan Zhang Liao sebagai panglima pelopor. Guan Yu yang melihat payung kebesaran Yan Liang langsung memburunya dan membunuh Yan Liang. Ia membawa kepala Yan Liang sedangkan pasukan Yuan Shao mundur dari pertempuran. Guan Yu dianugerahi gelar Hanshou Tinghou (Marquis Hanshou).

Awalnya Cao Cao merasa puas dengan Guan Yu tetapi lama kelamaan tahu bahwa Guan Yu ragu untuk menetap. Akhirnya ia memerintahkan Zhang Liao untuk menemui dan membujuknya. Jawab Guan Yu, ”Saya sangat memahami penghormatan yang diberikan Cao Cao, namun jendral Liu (Bei) juga telah memperlakukan saya dengan baik maka saya bersumpah untuk mati bersamanya dan tak akan mengkhianatinya. Saya tak akan tinggal di sini selamanya, tetapi saya mau menorehkan jasa besar sebelum pergi untuk membayar kebaikan Cao Cao.”

Zhang Liao menjelaskan hal itu kepada Cao Cao yang terkesan dengan kebaikannya. Melihat Guan Yu membunuh Yan Liang, Cao Cao mengerti Guan Yu akan segera meninggalkannya, maka ia segera membanjirinya dengan hadiah. Guan Yu menyegel semua hadiah itu sambil menyerahkan surat pengunduran diri sebelum pergi menyusul Liu Bei. Cao Cao mencegah anak buahnya mengejar sambil berkata ”Semua punya tuannya masing-masing, janganlah kita memburunya.”

Tak lama Liu Bei bergabung dengan Liu Biao. Saat Liu Biao meninggal, Cao Cao mengamankan Jingzhou dan Liu Bei harus mengungsi ke selatan. Liu Bei mengutus Guan Yu membawa beberapa ratus kapal untuk menemuinya di Jiangling. Cao Cao mengejar sampai ke jembatan Changban sehingga Liu Bei harus menyeberanginya untuk bertemu Guan Yu dan bersamanya pergi ke Xiakou.

Sun Quan mengirim pasukan untuk membantu Liu Bei bertahan dari Cao Cao, hingga Cao Cao menarik mundur pasukannya. Liu Bei kemudian menentramkan wilayah Jiangnan, mengadakan upacara penghormatan korban perang, mengangkat Guan Yu sebagai gubernur Xiang Yang dan menggelarinya Dangkou Jiangjun (Jendral yang Menggentarkan Penjahat). Guan Yu ditempatkan di utara sungai Kuning.

Saat Liu Bei menentramkan Yizhou, dia mengutus Guan Yu untuk menjaga Jingzhou. Guan Yu mendapat kabar Ma Chao menyerah. Karena ia belum pernah berkenalan, maka ia mengirim surat pada Zhuge Liang, ”Siapa yang dapat menandingi kemampuan Ma Chao?” Untuk menjaga perasaan Guan Yu, Zhuge Liang menjawab, ”Ma Chao sangat pandai dalam seni literatur dan seni perang, lebih kuat dan berani dari kebanyakan orang, seorang pahlawan yang dapat menandingi Qing atau Peng dan dapat menjadi tandingan Zhang Fei yang hebat, tetapi dia bukan yang dapat menandingi Sang Jendral Berjanggut Indah” (yaitu Guan Yu). Guan Yu bangga membaca surat itu dan menunjukkannya pada tamu-tamunya yang hadir.

Guan Yu pernah terkena panah pada lengan kirinya, walaupun lukanya sembuh, tetapi tulangnya masih terasa sakit terutama pada saat hawa dingin ketika hujan turun. Seorang tabib berkata ”Ujung panahnya diberi racun, dan telah menyusup ke dalam tulang. Penyembuhannya dengan cara membedah lengan dan mengikis tulang yang terinfeksi racun sebelum menjadi parah di kemudian hari.” Guan Yu langsung menyingsingkan lengan baju dan meminta sang tabib menyembuhkannya.

Saat dibedah, Guan Yu makan dan minum dengan perwiranya walaupun darah terus mengucur dari lengannya. Selama proses itu berlangsung, Guan Yu menengguk arak dan bersenda gurau seperti biasa. Tahun ke-24 Jian An (219), Liu Bei mengangkat diri menjadi Raja Hanzhong dan mengangkat Guan Yu menjadi Qian Jiangjun (Jendral Garis Depan).

Di tahun yang sama, Guan Yu memimpin tentaranya untuk menyerang Cao Ren di benteng Fan. Cao Cao mengirim Yu Jin untuk membantu Cao Ren. Saat itu musim dingin dan hujan turun teramat derasnya sehingga meluapkan air sungai Han. Akhirnya ketujuh pasukan yang dipimpin Yu Jin seluruhnya hanyut. Yu Jin menyerah pada Guan Yu yang lalu mengeksekusi Pang De. Perampok daerah Liang yaitu Jia dan Lu direkrut oleh Guan Yu untuk membantunya dalam pertempuran tersebut. Sejak itu nama Guan Yu terkenal di seluruh dataran Tiongkok.(Sumber:Harian Global)

Oleh: triy | Juli 20, 2009

Champ : Monster Penghuni Danau Champlain

Penampakan Cham

Penampakan Cham

Orang awam tentu sudah akrab dengan legenda “Nessie”, sosok  mahluk misterius penghuni Danau Loch Ness di Skotlandia. Tanda tanya besar seputar keberadaan mahluk ini telah mendongkrak kunjungan wisata ke danau itu. Namun ternyata kisah monster danau seperti Nessie bukan hanya terdapat di Skotlandia. Awal Juni lalu, hasil rekaman seorang turis di Danau Champlain Amerika, kembali menghidupkan legenda mahluk penghuni danau Champlain yang biasa di sebut Champ. Apakah mahluk ini nyata..? atau sekedar fenomena ciptaan yang diharap  mampu menarik wisatawan..?

Danau Champlain (Bahasa Perancis: lac Champlain) adalah danau air tawar alami di Amerika Utara yang berbatasan dengan Kanada. Danau Champlain terletak di lembah Champlain di antara pegunungan Hijau di Vermont dan pegunungan Adirondack di New York, di serap ke utara oleh sungai Richelieu ke sungai St. Lawrence di dekat Montreal. Di danau inilah rumor tentang monster bernama Champ berkembang.

Champ bagi para penduduk lokal di sekitar Danau Champlain adalah kebanggaan tersendiri. Walaupun monster ini tidak sepopuler Nessie di Skotlandia, namun misteri Champ juga menarik banyak para pemburu monster dari seluruh dunia.

Awal Juni 2009 yang lalu, Eric Olsen (37) seorang penduduk Kota Burlington secara tidak sengaja mengabadikan sesosok mahluk yang bergerak diatas permukaan Danau Champlain dekat Oakledge Park. Hasil rekaman berdurasi hampir dua menit itu memicu diskusi baru mengenai monster danau Champlain yang legendaris itu.

Di beberapa bagian dalam rekaman itu, objek itu kelihatannya seperti mengangkat kepalanya di atas permukaan air. Di bagian lain, apa yang sepertinya bagian badan makhluk itu sepanjang beberapa kaki juga dapat terlihat.

”Aku hanya sedang merekam situasi danau ketika disudut mataku aku melihat sesuatu yang sedang bergerak. Aku segera mengalihkan kameraku kepadanya. Anda dapat melihat makhluk itu bergerak secara horizontal dan vertikal, naik turun permukaan air. Terlihat ia memiliki tubuh yang panjang”, kata Olsen, yang bekerja sebagai seorang Web Developer dan musisi.

Olsen lalu memposting videonya di Youtube. Tidak berani memastikan bahwa yang direkamnya adalah Champ, ia hanya memberi judul videonya ”Strange Sighting on Lake Champlain.”

Loren Coleman, seorang ahli kriptozologi (bidang ilmu yang mempelajari mahluk yang seharusnya tidak ada atau mahluk-mahluk legenda) terkenal yang bermarkas di Portland, Maine, mengatakan bahwa rekaman Olsen adalah salah satu bukti terbaik sampai hari ini mengenai Champ. “Kita harus segera mencari tahu apa yang terlihat disitu. Film itu harus diteliti dengan serius,”kata Coleman.

Sebelum rekaman Eric Olsen, foto Champ yang terbaik adalah sebuah foto yang diambil tahun 1977 oleh Sandra Mancy dari Bristol ketika ia sedang berpiknik di danau itu dengan keluarganya. Foto itu diteliti dan dinyatakan asli hingga ditampilkan oleh majalah Time dan harian The New York Times.

Mancy yang sekarang 66 tahun saat menyaksikan video Olsen mengatakan bahwa ada beberapa kesamaan dan juga perbedaan antara apa yang dilihatnya pada tahun 1977 dengan apa yang terekam oleh Olsen.

”Aku memang melihat kesamaan bentuk kepala,” Katanya sambil membandingkan fotonya dan video Olsen. ”Satu hal yang berbeda adalah ukuran panjang leher. Di rekaman itu, ukuran lehernya kurang panjang. Namun apapun yang dilihat Olsen, paling tidak ada hubungan dengan apa yang kulihat,” tuturnya.

Scott Mardis dari Winooski, seorang ahli kriptozologi yang lain yang telah menghabiskan banyak waktu untuk meneliti legenda Champ mengatakan bahwa rekaman Olsen sangat meyakinkan dan terlihat asli.

”Rekaman itu tidak terlihat seperti direkayasa objek di dalam rekaman itu memiliki tekstur yang sama dalam semua frame. Tidak terlihat seperti hasil rekayasa komputer,” Kata Mardis. Mardis dan Coleman mengatakan bahwa gerakan objek itu menunjukkan bahwa makhluk itu bukan berang-berang, rusa besar atau mamalia umum lainnya. Keduanya berpendapat bahwa makhluk itu kemungkinan seekor spesies anjing laut yang baru dengan leher panjang. Sementara selama ini sebagian ahli berpendapat bahwa Champ adalah seekor berang-berang. ”Memang banyak kemungkinan, namun apabila makhluk itu adalah anjing laut yang salah habitat, pasti akan menarik,”kata Coleman.

Ellen Marsden, seorang profesor biologi di Universitas Vermont memberikan pendapatnya bahwa makhluk itu kemungkinan seekor rusa besar yang sedang stress, bukan berang-berang.”Ikan atau makhluk air lainnya jarang bergerak selambat itu di air. Makhluk itu sepertinya tidak nyaman di dalam air. Ia berenang seakan-akan ada sesuatu yang salah,” kata Marsden. Ia juga berkata bahwa anjing laut tidak berenang dengan punggungnya keluar dari air.

Si perekam Eric Olsen mengatakan bahwa, ia belum pernah melihat objek itu sepenuhnya keluar dari danau. Ia berhenti merekam setelah dua menit karena terbatasnya memori ponselnya dan ia takut apa yang direkamnya akan hilang.

Selain rekaman rekaman Olsen, ABC News baru-baru ini juga mendapatkan sebuah video ekslusif yang menunjukkan seekor makhluk bergerak di dalam danau Champlain. Video itu diambil oleh dua orang nelayan dengan kamera digital pada musim panas yang lalu. Sebelumnya kedua nelayan tersebut tidak percaya bahwa Champ benar-benar ada.

“Kami 100 persen yakin dengan apa yang kami lihat, namun kami tidak yakin 100 persen makhluk apa itu.” kata Peter Bodette, salah seorang dari nelayan tersebut. Sementara nelayan satunya lagi yang bernama Dick Affolter mengatakan, “Makhluk itu membuat aku merinding, aku belum pernah melihat makhluk seperti itu sebelumnya. Kami tidak melihat keseluruhan tubuhnya, namun kadang-kadang kami melihat beberapa bagian tubuhnya muncul ke permukaan” Sampai sejauh ini, sudah ada ratusan laporan penampakan Champ. ”

Orang-orang melaporkan melihat sesuatu yang tidak biasa di danau, sesuatu yang seharusnya tidak ada di danau Champlain. Kemungkinan makhluk itu adalah makhluk purba yang seharusnya sudah punah.” Tulis Lohr McKinstry, reporter Press Republican yang telah menulis tentang Champ selama lebih dari 20 tahun.

Sesungguhnya Fenomena Champ telah dimulai sejak 1880 ketika PT Barnum, seorang pemilik sirkus terkenal menawarkan $50.000 bagi siapa saja yang dapat menangkap Champ, hidup atau mati. Para pemburu dan nelayan berlomba-lomba menangkap makhluk itu, namun tidak ada seorangpun yang berhasil.

Ikan Paus Purba

Sang Monster

Sang Monster

Danau Chaplaine memiliki berbagai macam spesies kehidupan, ribuan tahun sebelum manusia datang untuk mengganggu mereka. Kisah sebenarnya dari danau ini terkubur jauh dari memori manusia. Ahli geologi dari Universitas Vermont, yang dipimpin oleh Dr. Rob Young bertekad untuk mengungkap sejarah tersebut.

Dengan menggunakan peralatan hidrolik, mereka mengobor tanah dipinggiran rawa danau untuk mengambil sempel sedimen tanah. Hasilnya usia danau ini lebih tua dari yang banyak diprediksikan. 10.000 tahun yang lalu, danau air asin ini adalah laut. Disepanjang tepi danau Champlaine, ditemukan penemuan-penemuan luar biasa. Kerangka hewan misterius yang berenang menuju danau dan terdampar. Peristiwa itu terjadi pada masa danau terbuka menuju laut di zaman es 12.000 tahun yang lalu. Dan hewan misterius itu diperkirakan jenis ikan paus prasejarah.

Pernyataan itu didukung oleh ahli zoologi Richard Smith yang telah meneliti fenomena Champ selama beberapa tahun. “Dalam skala waktu geologis, danau mengalami perubahan kataklismik. 12.000 tahun yang lalu, zaman es berakhir. Glester tarakhir mencair, lalu laut membanjir. Danau Champlaine terhubung langsung ke laut selama 1500 juta tahun, sampai daratan naik kembali. Itu sebabnya di tepi danau penuh fosil hewan sungai yang terdampar, bahkan dengan mata telanjang kita dapat melihatnya,” jelasnya

Ada kisah-kisah monster dari ratusan danau di seluruh dunia, dari Loch Ness sampai ke negara tetangga kita, Papua New Guinea. Namun Richard Smith yakin bahwa monster Champ yang ini berbeda. Bagi mamalia pemangsa besar, untuk dapat bertahan hidup, habitatnya harus lulus dari ujian penting dimasa depan. Dan Smith percaya Champlain lulus dari ujian itu. Ia percaya, air berlimpah dengan tumbuhan dan hewan-hewan kecil menyokong kehidupan pemangsa besar seperti Champ.

Pada akhirnya kita tentu berharap, apa yang dikatakan Richard dan ilmuwan lainnya nyata adanya. Banyak kisah monster danau dapat di jelaskan dari kebutuhan manusia untuk menyebarkan ketakutan atau mencari keuntungan semata. Tapi paling tidak kisah Champ menawarkan bukti fisik yang menarik.(Sumber:harian global)

Luwak

Luwak

Kalau Anda salah seorang penggemar kopi, aneh rasanya kalau belum pernah mendengar kopi luwak. Jenis kopi asli Indonesia ini,  konon merupakan jenis kopi termahal di dunia, bahkan sampai masuk ke Guiness Book of Records. Tidak heran,di pasaran dunia untuk sekilo kopi Luwak, orang harus membayar sekitar 13 juta rupiah. Sadis bukan..? Padahal kalau mendengar tentang proses “pengolahan” kopi Luwak, malah membuat orang jadi berpikir ulang untuk mengkonsumsinya.

Kopi Luwak adalah jenis kopi dari biji kopi yang telah dimakan dan melewati saluran pencernaan binatang sejenis musang bernama Luwak (Paradoxurus Hermaphrodirus). Kemasyhuran kopi ini telah terkenal sampai luar negeri. Dengan harga yang tentunya selangit. Saat diterbitkannya artikel ini harga kopi luwak telah mencapai 5 kali lipat dari kopi termahal sebelumnya yaitu kopi dengan brand Blue Mountain dari Jamaica.

Di Amerika Serikat, terdapat kafe atau kedai yang menjual kopi luwak (Civet Coffee) dengan harga yang sangat mahal. Kopi yang dikais dari kotoran luwak ini bisa mencapai harga AS$100 per 450 gram di Amerika. Di Hongkong secangkir kopi luwak dapat dibeli dengan harga 300-400 ribu rupiah. Sedangkan di Kota Medan dapat dibeli dalam kemasan 4 ons dengan harga 1,5 juta rupiah. Hanya saja kebenaran kopi yang dijual adalah benar-benar kopi luwak atau bukan, masih dipertentangkan. Khususnya bagi mereka yang mengkonsimsinya di luar Indonesia.

Kemasyhuran kopi ini diyakini karena mitos pada masa lalu, ketika perkebunan kopi dibuka besar-besaran di Indonesia pada masa pemerintahan Hindia Belanda sampai dekade 1950-an, di mana saat itu masih banyak terdapat binatang luwak sejenis musang. Binatang luwak senang sekali mencari buah buahan yang cukup baik termasuk buah kopi sebagai makanannya. Biji kopi dari buah kopi yang terbaik yang sangat digemari luwak, setelah dimakan dibuang beserta kotorannya, yang sebelumnya difermentasikan dalam perut luwak.

Habitat Luwak

Luwak yang suka di kopi

Luwak yang suka di kopi

Biji kopi seperti ini, pada masa lalu sering diburu para petani kopi, karena diyakini berasal dari biji kopi terbaik dan difermentasikan secara alami. Dan menurut keyakinan, rasa kopi luwak ini memang benar benar berbeda dan spesial di kalangan para penggemar dan penikmat kopi.

Beberapa  spesies luwak terdapat di Asia Tenggara, tetapi yang menghasilkan kopi dengan aroma terbaik adalah Luwak Indonesia (Paradoxurus Hermaphrodirus). Species ini berhabitat di Pulau Sumatra dan Jawa.

Secara tradisional petani memungut kotoran luwak di sepanjang Bukit  Barisan dari Padang sampai Lampung , dan dari pegunungan Gayo (Aceh) sampai dengan Bukit Tinggi , serta di lereng Gunung Ijen di Jawa Timur. Di lokasi-lokasi itulah terdapat perkebunan  kopi yang menjadi habitat luwak.

Produksi kopi luwak dari tahun ke tahun semakin merosot , dikarenakan luwak dianggap sebagai hama, atau binatang perusak, karena selain buah kopi,  luwak juga pintar mengkonsumsi buah- buahan yang siap dipanen, seperti : Pisang, Coklat, Pepaya, dan buah segar lainnya. Perilaku yang demikian menjadikan luwak sebagai binatang yang diburu petani.

Pemeliharaan
Harganya yang tinggi membuat orang-orang di Indonesia berusaha mengembangkan usaha kopi luwak dengan cara berternak luwak sekaligus menanam kopi. Hasilnya, timbullah beberapa tempat atau produsen kopi luwak di Sumatera dan Jawa.

Memang tidak gampang dalam memelihara dan mengembangbiakkan binatang luwak tersebut. Dengan pengamatan dan pengalaman dari serangkaian proses percobaan yang panjang, akhirnya binatang tersebut bisa dipelihara dan dikembangbiakkan.

Binatang luwak / musang ( Paradoxurus Hermaphrodirus) termasuk binatang buas (Carnivora ) pemakan daging. Selain itu binatang ini juga menyukai buah – buahan seperti pisang , pepaya , jambu  dan buah kopi.  Karena pemakan daging, binatang ini cenderung berperilaku kanibal bila dikumpulkan dengan luwak yang lebih kecil, karenanya kandang dibuat satu per satu.

Seminggu sekali untuk menambah protein diberi daging ayam dan selama tidak ada buah kopi Luwak diberi makan buah-buahan.  Pada musim kopi , binatang luwak dapat menghabiskan  0,88  –  1,15 Kg kopi glondong per hari.  Buah kopi yang diberikan adalah buah kopi yang masak dan segar. Biji kopi yang dimakan mengalami  proses fermentasi selama +/-12 jam dalam perut luwak yang mengandung berbagai macam enzim. Biji tersebut kemudian keluar bersama kotoran pada proses ekskresi.

Luwak adalah binatang yang suka tinggal di tempat yang bersih. Bahkan ketika membuang kotoranpun luwak memilih tempat yang bersih, misalnya di tanah yang kering, di atas bebatuan, dan di atas batang pohon yang tumbang.  Karenanya, kandang pemeliharaan luwak harus dijaga kebersihannya setiap hari.

Luwak memakan buah kopi  (Cherries). Pada buah kopi yang matang terdapat sejenis aroma yang sangat khas , wangi seperti buah anggur atau buah lechi sehingga disukai oleh luwak. Secara naluri luwak hanya memakan buah kopi yang benar-benar matang  , dan punya aroma khusus.

Buah kopi yang dimakan oleh luwak, diproses melalui sistem pencernaan  dan kemudian dikeluarkan  dalam bentuk kotoran berupa gumpalan memanjang biji kopi yang bercampur lendir.  Kotoran tersebut kemudian diambil biji kopinya, dibersihkan dengan dengan cara mencuci sehingga tersisa biji kopi yang masih utuh. Proses selanjutnya adalah dikeringkan dengan sinar matahari  sehingga menjadi biji kopi luwak.

Proses pengolahan kopi luwak sama dengan pengolahan kopi umumnya. Perbedaannya hanya pada proses giling yang digantikan oleh luwak.  Fermentasi  terjadi di dalam perut luwak. Biji kopi tercampur dengan  enzim – enzim yang ada dalam perut luwak. Suhu dalam perut  yang mencapai >  26O C  membantu proses  fermentasi sempurna.  Kedua keistimewaan  ini menghasilkan aroma dan cita rasa  kopi  luwak   yang enak dan khas  disamping  kelebihan – kelebihan yang lain.

Namun biar bagaimanapun baiknya pengolahan kopi luwak hasil pengembangbiakan, tetap saja orang beranggapan kopi luwak dari hasil fermentasi luwak liar lebih nikmat rasanya. Hingga dipasaran orang cenderung mencari kopi luwak bukan dari peternakan. Meskipun tak jelas kebenarannya.

Kopi luwak telah berulang kali diperlihatkan dalam beberapa film. Misalnya sebuah sinetron hongkong yang menceritakan, perjalanan seseorang dari Indonesia dengan membawa pulang kopi luwak sebagai oleh-oleh bagi rekan kerjanya. Lalu film-film produksi Hollywood yang dibintangi oleh aktor sekelas Jack Nicholson juga pernah mempertontonkan sang aktor meminum kopi luwak.

Hebatnya lagi, kepopuleran kopi asli Indonesia ini sempat menarik minat presenter kelas dunia Oprah Winfrey hingga pada tahun 2003, ia memperkenalkan dan memperagakan cara menyeduh kopi luwak dalam acara reality shownya yang sangat terkenal The Oprah Winfrey Show. Wow,..sebuah prestasi tinggi untuk setumpuk kopi yang keluar dalam bentuk kotoran seekor luwak.
(Sumber:Harian Global)

Older Posts »

Kategori